Matari Welcome

Selamat Datang di Matari sehati Yogyakarta

ABORSI : FAKTA, KEBUTUHAN DAN TANTANGAN DALAM KESEHATAN REPRODUKSI PEREMPUAN INDONESIA

18.34 Posted In , Edit This 0 Comments »

Tidak semua kehamilan yang dialami oleh perempuan itu selalu diharapkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami kehamilan tak diinginkan. Banyak hal yang dapat menjadi faktor utama terjadinya kehamilan yang tak diharapkan oleh perempuan antara lain pemerkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan mengalami cacat berat, kehamilan diluar nikah, gagal KB dan sebagainya. Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan yang tak diinginkan (KTD), maka jalan keluar yang sering ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan bantuan orang lain.

Keputusan untuk melakukan aborsi bukanlah suatu pilihan yang mudah. Banyak perempuan harus berperang melawan perasaan dan kepercayaan dirinya mengenai nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi penilaian moral dari masyarakat sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui. Hanya orang-orang yang mampu berempati yang bisa merasakan betapa perempuan berada dalam posisi yang sulit dan menderita ketika harus memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya. Di Indonesia masih menganggap bahwa aborsi adalah salah satu tindakan pembunuhan bayi. Namun berbeda dengan Badan Kesehatan Dunia yang menyebutkan bahwa aborsi merupakan penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau kurang dari 22 minggu (WHO 2000).

Sayangnya tidak semua perempuan di Indonesia tidak dapat melakukan aborsi secara aman dan sehat, karena hukum di Indonesia masih belum berpihak kepada perempuan dengan melarang tindakan ini untuk dilakukan kecuali untuk menyelamatkan ibu dan bayinya. Akibatnya, banyak tenaga profesional yang tidak bersedia memberikan pelayanan ini; walaupun ada, seringkali diberikan dengan biaya yang sangat tinggi karena besarnya konsekuensi yang harus ditanggung bila diketahui oleh pihak yang berwajib. Isu masalah aborsi sering kali dikaitkan dengan prilaku seks bebas di kalangan remaja. Ternyata banyak penelitian yang membuktikan bahwa dugaan tersebut tidak sepenuhnya benar. Penelitian mengenai aborsi yang diselenggarakan pada periode 70-an menemukan bahwa ternyata pelayanan aborsi juga dicari oleh perempuan menikah yang tidak menginginkan tambahanan anak tetapi tidak mengunakan alat kontrasepsi atau mengalami kegagalan dalam penggunaan alat kontrasepsi (Affandi, 1979).

Tingginya kasus aborsi pada perempuan menikah dengan jumlah paritas tinggi, memberikan pemikiran mengenai rendahnya pemakaian alat kontrasepsi dan rendahnya kualitas pelayanan alat kontrasepsi. Hasil SDKI 1997 menunjukkan masih terdapat 9% pasangan usia subur (PUS) yang tidak ingin hamil tetapi tidak memakai alat kontrasepsi (BPS, BKKBN, Depkes, DHS 1998). Mereka digolongkan sebagai kelompok unmet need. Walaupun kecil, kehamilan juga bisa terjadi pada mereka yang menggunakan kontrasepsi karena belum ada metode keluarga berencana (KB) yang secara sempurna mampu melindungi akseptor dari kehamilan, atau bisa juga karena akseptor tidak menggunakannya secara tepat. Kegagalan dalam menjalani program KB biasa terjadi pada mereka yang menggunakan kontrasepsi alami (pantang berkala dan senggama terputus).

Ada bermacam-macam cara perempuan untuk menghentikan kehamilannya, dari mulai melakukan upaya sendiri hingga meminta bantuan tenaga lain. Minum jamu telat bulan merupakan salah satu upaya sendiri yang umum dilakukan oleh perempuan yang mengalami KTD dan telah dikenal sejak lama. Cara lainnya termasuk mengkonsumsi makanan atau minuman lainnya yang dipercaya dapat memancing keluarnya janin dari kandungan (seperti nenas muda, bir hitam, dan sebagainya) atau melakukan aktifitas tertentu (misalnya, loncat-loncat). Bila semua upaya ini tidak membuahkan hasil, barulah mereka mencari pertolongan kepada tenaga yang tidak terlatih (misalnya dukun) atau ke tenaga medis terlatih (misalnya dokter ahli kandungan). Penelitian yang dilakukan oleh Faisal dan Ahmad (1998:34) cara yang dilakukan oleh dukun untuk menolong pasiennya antara lain dengan cara mengurut, memasukkan tangkai daun ke dalam rahim dan atau menggunakan ramuan yang diminumkan kepada pasiennya.

Akibat berjenjangnya tahapan perempuan dalam mencari pelayanan, menyebabkan mereka terlambat menerima pelayanan secara aman. Keterlambatan juga sering kali disebabkan oleh tuntutan kelayakan administrasi yang terlampau tinggi dan atau kurangnya pengetahuan pasien serta kurang tersedianya fasilitas kesehatan (Sumapraja dkk, 1979). Tidak pernah ada standar biaya pelayanan aborsi, karena memang aborsi tidak pernah diperbolehkan di Indonesia. Dampaknya, besar biaya yang dikenakan kepada klien juga sangat beragam, dan umumnya sangat mahal, karena risiko yang dijatuhkan kepada pemberi pelayanan itu juga sangat besar. Banyak alasan yang dikemukakan perempuan untuk mendapatkan pelayanan aborsi, diantaranya kontrasepsi yang gagal, hamil di luar nikah, ekonomi, jenis kelamin, kasus perkosaan dan incest, faktor kesehatan ibu atau janin dalam kandungan mengalami kecacatan. Mengenai alasan aborsi ini memang masih banyak mengundang kontroversi. Bila alasan aborsi karena kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan, tidak banyak orang yang memperdebatkan. Bahkan dokter tidak berkeberatan melakukan tindakan ini tanpa harus ketakutan terancam pidana. Nyatanya, sedikit sekali perempuan yang datang mencari pelayanan aborsi dengan alasan kesehatannya atau kondisi bayi dalam kandungannya. Sebagian besar mereka datang dengan alasan psiko-sosial.

Aborsi tidak lagi menjadi suatu tindakan yang membahayakan nyawa perempuan hamil. Teknologi aborsi yang aman dan efektif yang mampu menurunkan kematian dan kesakitan yang berkaitan dengan aborsi sudah tersedia. Aspirasi vakum merupakan teknik pembedahan yang teraman untuk evakuasi rahim pada tiga bulan pertama (Grimes et al.,1977 dikutip dalam Coeytaux dkk 1997:199). Teknik ini sudah digunakan pada sebagian besar tindakan aborsi di negara maju. Persoalan yang dihadapi adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kita yang merupakan peninggalan masa kolonialisasi Belanda yang melarang keras dilakukannya aborsi dengan alasan apapun sebagaimana diatur dalam pasal 283, 299 serta pasal 346 - 349. Bahkan pasal 299 intinya mengancam hukuman pidana penjara maksimal empat tahun kepada siapa saja yang memberi harapan kepada seorang perempuan untuk kandungannya dapat digugurkan. Padahal, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan tersebut dengan tujuan untuk melindungi perempuan dari kematian karena aborsi yang tidak aman yang saat itu ilmu kedokteran belum berkembang pesat seperti saat ini.

UU Kesehatan No.23 tahun 1992 pasal 15 memberikan sedikit peluang untuk melakukan aborsi dengan catatan keadaan yang darurat demi menyelamatkan nyawa ibu atau janin yang dikandungnya. Namun UU Kesehatan ini tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan kondisi yang dikategorikan sebagai keadaan darurat. Jadi, sudah jelas bahwa UU kesehatan ini memberikan penjelasan yang membingungkan tentang tindakan aborsi dan bertentangan pada bagian penjelasannya yang mengatakan bahwa tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan.

Mengacu pada dua hukum di atas, dapat di ambil kesimpulan bahwa peraturan di Indonesia sama sekali tidak memberikan celah ataupun peluang untuk pelayanan aborsi dapat dilakukan. Ditambah lagi dengan sumpah dokter Indonesia yang masih mengikuti sumpah Hiprokrates “akan menghormati makhluk hidup insani sejak pembuahan dimulai.” Kondisi ini ternyata tidak mampu mencegah perempuan untuk mencari pelayanan penghentian kehamilan yang tidak diinginkan. Terlihat dari banyaknya permintaan tindakan ini dilakukan. Status ilegal aborsi ini justru menyebabkan banyak perempuan yang tidak mendapatkan akses pelayanan aborsi yang aman.

Sumber : Pelayanan Kesehatan Reproduksi, PKBI-DIY

Ingin tahu lebih banyak tentang penangan aborsi dapat hubungi SAMSARA di nomor : 0856-296-9500(no SMS)

Atau ingin konseling gratis tentang masalah-masalah yang dihadapi seperti coming out, pacaran, atau masalah seksualitas dan orintasi seksual dapat menghubungi Devisi Konseling Matari Sehati di nomor : 0819-3119-1780(no SMS).

0 comments:

Matari Facebook

Profil Facebook Matari Sehati Yogyakarta

Matari Search

Custom Search