Parekan Menggugat UU Pornografi
12.41 Posted In keberagaman , mozaik , protes , seni Edit This 0 Comments »
Hampir pasti, hanya sedikit orang mengenal Parekan, sesosok tokoh dalam pewayangan. Bukan saja Parekan tak pernah berperan sebagai tokoh sentral, tapi dalam perjalanan cerita pakeliran semalam suntuk sekalipun, Parekan hanya naik panggung satu kali pada jejer pertama, itu pun dia tak pernah berdialog. Dia sekedar hadir dipanggung menemani sang raja yang tengah melakukan pasewakan agung bersama para punggawa kerajaan.
Tapi, dalam pentas kolaborasi melibatkan beberapa genre kesenian, mulai wayang suket hingga peragaan busana batik, tiba-tiba Parekan menjadi tokoh sentral. Tajuk pagelaran itupun mengangkat tokoh Parekan dalam balutan “Parekan Gugat”. Saya melihat, tokoh Parekan sebagai simbol perempuan yang selalu saja menjadi objek dalam berbagai aktifitas manusia. Bahkan ada pula adagium bagi sosok perempuan, “Yen awan dadi teklek, yen bengi dadi lemek,” ujar Ki Slamet Gundono, dalang yang ikut menggagas pementasan malam itu.
Ya, sejumlah seniman Solo sejak beberapa waktu lalu merasa galau terhadap Undang-undang Pornografi (UUP). UU yang sebagian materi pasal-pasalnya sangat multi-tafsir, bukan melindungi kaum prempuan, justru sebaliknya menjadi objek eksploitasi regulasi itu. Betapa banyak kaum perempuan yang menerjuni dunia seni, baik sebagai penyanyi, penari ataupun profesi lain, setiap saat terkena ancaman pidana sebagaimana yang diatur oleh UU Pornografi.
Selalu Tertindas
Parekan adalah gambaran sosok perempuan yang selalu tertindas. Justru itulah, dalam kaitan mengkritisi UUP, para seniman Solo menggelar pentas kolaborasi di Pagelaran Kraton Kasunanan Surakarta, Kamis (13/11) malam dengan mengangkat tema sentral “Parekan Gugat.” Berbagai kelompok kesenian bergabung dalam satu pentas yang utuh. Hasilnya boleh dibilang sebagai sebuah mozaik seni.
Secara satire, dalam pentas itu tokoh Parekan dikisahkan tiba-tiba menghilang. Anehnya, meski Parekan yang dalam jagad pewayangan tak pernah berperan apapun, ketika menghilang justru membuat kalang kabut semua orang, mulai raja hingga rakyat jelata. Merekapun beramai-ramai memburu Parekan hingga ketemu. Akankah para seniman nantinya harus menjadi Parekan-Parekan baru?
“Saya tidak tahu bagaimana nanti nasib teman-teman seniman yang terpaksa harus berhadapan dengan UUP” ujar Cak Dikin. Akankah suatu saat mereka harus menghuni penjara, karena penampilan mereka dianggap sebagai bentuk pornografi, hanya karena tafsir pasal-pasal dalam UU Pornografi.
Apalagi masyarakat memiliki hak yang dilindungi undang-undang untuk ikut berperan dalam membrantas pornografi dengan berbagai manivestasinya. Siapa yang bakal menjadi objek UU Pornografi, menurut Slamet Gundono, adalah kaum perempuan. Inilah sebuah ketidakadilan baru dibumi yang sudah merdeka sejak 63 tahun silam.
Cukup Memikat
Sebagai sebuah peristiwa kesenian, pentas mengkritisi UUP yang dibiayai sendiri oleh para seniman secara patungan, cukup memikat, kendati elemen seni yang tergabung diatas pentas, kadang terkesan sebagai tempelan secara spontan. Beruntung Ki Slamet Gundono yang berposisi sebagai dalang selama alur pentas berlangsung, mampu menyatukan elemen elemen seni lewat narasi pedalangan. Dia pun berusaha keras, agar semua penampilan mengarah pada tema sentral.
Seperti halnya Cak Dikin bersama kelompoknya Campursari Centre naik ke panggung, memilih lagu-lagu ciptaannya yang boleh jadi terancam UU Pornografi, semisal Tali Kutang, Mendem Wedokan, dan sebagainya. Dari sini pula, muncul banyolan-banyolan segar bernada minor terhadap UU Pornografi. “Malam ini saya menyanyikan lagu Tali Kutang dan Mendem Wedokan sebelum suatu saaat nanti dilarang dinyanyikan karena dianggap sebagai bentuk pornografi.” Ujar Cak Dikin yang disambut pula tawa penonton.
Entah itu sekedar kekhawatiran para seniman, atau boleh jadi suatu saat nanti bias menjadi kenyataan, yang jelas para seniman Solo merasa risau terhadap UU Pornografi. Selain menggelar pentas bersama mengkritisi UUP ini, rencananya sejumlah seniman Solo juga akan bergabung dengan elemen masyarakat didaerah lain untuk mengajukan yudical review terhadap UU Pornografi. (Hari D Utomo)-m.
0 comments:
Posting Komentar