Matari Welcome

Selamat Datang di Matari sehati Yogyakarta

Diskriminasi Kebudayaan Terhadap Komunitas LGBT Di Indonesia

20.41 Posted In , Edit This 1 Comment »

Oleh. Dian T Indrawan

(Ketua Program Konseling Matari Sehati Yogyakarta dan President Director re-Fresh Production)

Ketika saya sedang merenung tentang akhir cerita pada novel yang sedang saya kerjakan, terlintas dibenak saya sebuah pertanyaan yang mungkin perlu mendapat tindakan tegas. “Apakah diskriminasi di Indonesia yang multicultural ini hanya sebatas diskriminasi terhadap kaum etnis Tionghoa? Bagaimana dengan diskriminasi kaum LGBTQ (Lesbian Gay Bisexual Trans-sexual dan Queer)?” Banyak sekali kaum LGBT yang masih sering mendapat ejekan. Memang kaum non heteroseksual ini belum diakui sebagai salah satu keberagaman orientasi seksual di Indonesia dan keberadaannya pun belum dapat dirasakan dengan bebas, seperti parade, dan pernikahan sesama jenis.

Namun tidak dapat kita pungkiri bahwa adanya perlakuan yang diskriminatif terhadap kaum LGBT ini sudah berlangsung lama, sejak sebelum negara ini berdiri tepatnya sejak zaman Luth. Dan hal tersebut semakin dipelihara oleh kebijakan pemerintah Indonesia yang melarang segala hal yang berkaitan dengan homoseksual. Misalnya, pada pasal 4 ayat 1 (a) dalam UU Pornografi disebutkan bahwa persenggamaan yang menyimpang lainnya adalah persenggamaan dengan mayat, binatang, oral seks, anal seks, lesbian dan homoseksual. Awal tujuan dari pelarangan tersebut adalah sebagai pembatasan agar tidak terjadi adanya penonjolan diri atas orientasi seksual tertentu di dalam negara yang plural seperti Indonesia. Akan tetapi yang terjadi kemudian, segala hal yang berkaitan dengan LGBT dianggap ekslusif. Karena memperlihatkan apapun yang berhubungan dengan LGBT, dapat dianggap melanggar hukum negara. Sehingga kemudian terkenal adanya stereotipe kaum LGBT sebagai orang yang bersosial lebih rendah dari pada kaum heteroseksual..

Banyak sekali yang masih terpikirkan olehku, mengapa diskriminasi terhadap keberagaman orientasi seksual tertentu di Indonesia ini masih terjadi? Pemangku jabatan di pemerintaha selalu menyangkal adanya diskriminasi terhadap kaum non heteroseksual. Didalam pikiranku pun terbesit pikiran yang mulanya tentang memperjuangkan hak asasi reproduksi perempuan, menjadi tercampur dengan perlakuan tidak adil yang selalu diterima oleh kaum minor termasuk kaum LGBT. Mengapa ketika terjadi tindak kriminal di Indonesia, kaum ini juga yang sering dituduh sebagai dalangnya? Ketika saya menulis makalah ini, saya menjadi teringat peristiwa KKWK. Banyak sekali yang menjadi korban di tragedi tersebut. Walaupun saya tidak tahu pasti karena villa yang dulu saya tempati berbeda dua hingga tiga blok dari tempat kejadian. Yang terdengar hanyalah suara takbir dari beberapa organisasi masyarakat yang mengatasnamakan agama tertentu.

Kemudian ketika kerusuhan terjadi, begitu banyak korban-korban berjatuhan. Namun saya sangat miris mendengarnya walaupun saat itu saya masih berumur 16 tahun, tetapi saya mengalami hal tersebut. Apakah begini cara mereka menyelesaikan masalah?

Pemerkosaan yang terjadi di Indonesia terhadap perempuan Lesbian pada tahun 1998, juga dibantah oleh pemerintah Indonesia pada waktu itu, dengan pernyataan menteri Peranan Wanita saat itu, Ibu Tuti Alawiyah, yang mengatakan bahwa tidak ada perkosaan terhadap perempuan Lesbian dan perempuan etnis Cina pada 12-14 Mei 1998[1]. Padahal sudah jelas banyak sekali bukti yang kuat bahwa kaum LGBT terutama perempuan dilicehkan pada waktu itu. Untung saja adik saya tidak menjadi kebejatan mereka para angkatan berseragam. Kemudian pada masa reformasi, dengan adanya era keterbukaan. Keluarlah fatwa MUI tentang keberadaan homoseksual yang berbunyi “....yang dapat mengerti tentang homoseksual adalah komunitas homoseksual itu sendiri.“ Akan tetapi realitanya masih saja mendapat perlakuan tidak adil. Hal ini dapat kita lihat dalam diskusi publik di rangkaian acara Yogykarta Principles di Yogyakarta pada tanggal 10 Desember 2008, bahwa banyak sekali UU dan Perda yang mendiskriminasikan dan menggolongkan LGBT pada satu golongan tertentu. Komunitas-komunitas LGBT selalu mengeluh kepada KOMNAS HAM untuk dapat memperjuangkan hak asasi mereka sebagai warga negara yang telah diakui keberadaanya.

Mereka berciri fisik sama, berbahasa sama, bertingkah laku sama dan dengan keadaan ekonomi yang tidak jauh berbeda dengan kaum heteroseksual. Yang membedakan adalah mereka memiliki orientasi seksual yang berbeda dari kaum heteroseksual.

Indonesia merupakan negara yang multikultur. Dan itulah yang membuat Indonesia kaya akan kebudayaan nasional. Sebuah kebudayaan dapat menghilangkan kebudayaan yang lain itu karena kesombongan dari tiap pelaku budaya untuk menampilkan kebudayaannya masing-masing. Namun, seharusnya dominannya satu kebudayaan tidak akan menggeser kebudayaan lainnya, terutama akhirnya bersikap diskriminatif terhadap kaum tertentu.

Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pada pengakuan dan penghargaan kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian kebudayaan adalah para pendukung kebudayaan, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutma ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu suku bangsa (dan ras), gender, dan umur. Ideologi multikulturalisme ini secara bergandengan tangan saling mendukung dengan proses-proses demokratisasi, yang pada dasarnya adalah kesederajatan pelaku secara individual (HAM) dalam berhadapan dengan kekuasaan dan komuniti atau masyarakat setempat (Suparlan, 2007:311).

Kebudayaan itu layaknya mahluk hidup seperti manusia, pasti sepanjang hayatnya akan selalu fight dan bahkan marah-marah berkepanjangan. Eksistensi kebudayaan sebagai segala hasil cipta, karsa dan karya manusia yang seringkali dimaknai semau-maunya dan diskriminatif oleh oknum-oknum tertentu dan untuk kepentingan tertentu pula. Sehingga upaya penyebarluasan dan pemantapan serta penerapan ideologi multikulturalisme dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, mau tidak mau harus bergandengan tangan dengan upaya penyebaran dan pemantapan ideologi demokrasi dan kebangsaan atau kewarganegaraan dalam porsi yang seimbang. Jika kalian berfikir tentang perjuangan anti diskriminasi di Indonesia. Mengapa perjuangan anti-diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas dilakukan melalui perjuangan menuju masyarakat multikultural?

Jawaban dari pertanyaan tersebut sangat komplek, karena perjuangan anti-diskriminasi dan perjuangan hak-hak hidup dalam kesederajatan dari minoritas adalah perjuangan politik, dan perjuangan politik adalah perjuangan kekuatan. Perjuangan kekuatan yang akan memberikan kekuatan kepada kelompok-kelompok minoritas sehingga hak-hak hidup untuk berbeda dapat dipertahankan dan tidak di diskriminasi. Karena digolongkan sebagai sederajat dari mereka yang semula menganggap mereka sebagai dominan.

Pada hakikat penulisan makalah ini mencari jalan keluar atau lebih tepatnya mencari cara untuk menghapus ”diskriminasi”. Dengan tidak adanya diskriminasi tersebut secara tidak langsung, anggapan bahwa kaum non heteroseksual di Indonesia adalah penyebab terjadinya tindak kriminal dan pelacuran akan pupus dengan sendirinya. Menurut saya inilah kesimpulan terbaik dari seluruh tulisan makalah yang saya kemukakan dengan kepala dingin dan pikiran yang terang. Memang kaum homoseksual hanya mengambil langkah diam. Tetapi dengan diam bukan berarti mereka tidak melakukan usaha perlawanan. Hanya saja mereka melakukan perlawanan terhadap diskriminasi tersebut melalui pikiran, naluri dan tindakan mereka sendiri. Dengan cara inilah perjuangan anti diskriminasi dapat berjalan secara benar dan terfokus.

Dewasa ini, pemerintah Indonesia seakan mempobhiakan kaum homoseksual yang sering disebut cacat mental, hanya karena adanya instruksi seorang Presiden yang kelanjutan dari seorang Presiden diktator yang terguling sebelumnya, hanyalah perbuatan sia-sia dan juga terlalu sentris untuk semata disangkutpautkan kepada satu orientasi seksual, sedangkan sebagian besar komunitas lainnya harus pasrah begitu saja, seolah mereka tidak setetes pun menderita racun diskriminasi (Tionghoa.yahoogroups.com/September, 2007).

Pandangan sentris yang begini patut kita tentang justru karena kita menghendaki bangunan masyarakat yang pluralis seperti yang juga anda dan saya menghendakinya. Melawan diskriminasi ataupum diskriminasi rasial bukan berarti semua etnis dan orientasi seksual harus dihilangkan identitasnya, tidak ada lagi heteroseksual, tidak ada lagi homoseksual, tidak ada lagi Biseksual, dan yang ada hanya Indonesia, Indonesia dan Indonesia. Ketika saya menghubungi rekan kerja saya yang kebetulan juga Gay, langsung menanggapi tentang permasalahan diskriminasi terhadap kaum LGBT. Sebagian orang yang mengaku bahwa dirinya adalah heteroseksual seolah merekalah yang berkuasa. Oleh sebab itu, kaum LGBT ingin sekali menghilangkan anggapan tentang diskriminasi yang sedang terjadi saat ini dengan tidak hanya melalui kata-kata, perang kata dan pemalsuan kata. Dalam kehidupan, tidak semua benda dapat dijadikan benda politik, demikian pula bahasa. Tidak semua kata dapat dimanipulasi untuk kepentingan politik. Dan bila sudah begini, orang (bila dia adalah penguasa) mulai dengan memperbudak kata dan lalu menjadi budak kata (yang dikuasai).

Saya sendiri tidak gandrung apalagi fanatik dengan kata homoseksual, tetapi saya mempertanyakan, mengapa kata itu harus diharamkan dan hingga kini hanya anda yang dapat menjawab dan meyakinkan saya bahwa pengharaman kata homoseksual sama sekali bukan hakekat terjadinya diskriminasi tapi justru politik diskriminasi Orde Barulah yang telah mendiskriminasi semua komunitas minor di Indonesia dan bukan homoseksual yang dijadikan kambing hitam. Namun semua pertanyaan saya dalam bentuk tulisan yang juga menjadi pemikiran telah dipertajam dan dijerumuskan ke jurang fitnah besar, artinya mereka menganggap saya seorang rasialist, anti Gay, hanya karena ada perbedaan pendapat. Semua pemikiran saya tidak dijawab dengan pemikiran kembali untuk mengembangkan diskusi yang sehat dan berguna bagi banyak pihak, tetapi saya diberi cap-cap atau stempel yang bukan saja bermaksud untuk membunuh karakter pribadi saya melainkan menghina dan memfitnah orang-orang yang mungkin sefikiran dengan saya, senasib dengan saya yang juga menderita diskriminasi seperti saya. Semua itu telah saya jawab dengan pemikiran, dengan kemampuan yang saya miliki, dengan argumentasi tersebut tentu saja dengan sambil membela diri dan memberikan reaksi yang adil terhadap serangan dan fitnah-fitnah yang saya terima.

Saya menyadari bahwa saya tidak sendiri, saya berada diantara puluhan bahkan ratusan juta bangsa Indonesia yang di-pariakan dan yang didiskiriminir oleh penguasa bangsanya sendiri, dan bahkan terkadang oleh saudara sehati sendiri yang juga sebagai akibat politk diskriminasi penguasa diktator di masa lalu. Namun kita semua tetap berjuang melawan perbedaan dan diskriminasi ini. Semua adalah sehati yang berasal dari berbagai ras, suku, agama, memiliki derajat yang sama dan juga sebagai warga negara Indonesia yang mencintai keadilan dan melawan semua bentuk diskriminasi politik, ekonomi, kebudayaan maupun ras. Kecuali memang ada yang berkeinginan lain. Itu adalah urusan mereka[2].

REFERENCE[3]:

  • Suparlan. 2007. Masyarakat Majemuk, Masyarakat Multikultural, dan Minoritas: Memperjuangkan Hak-hak Minoritas Dalam Landscape Multikultural. Yogyakarta: PKBI-DIY.
  • www.kaumkiri.com


[1] Data diambil dari catatan kaum kiri. Dalam website: Kaumkiri.com.

[2] Catatan : makalah ini saya tulis berdasarkan website kaumkiri.com, milis matari sehati, perdebatan saya di forum komunikasi anti diskriminasi kaumkiri.com, buku tentang komunikasi Multikultur dan pengalaman hidup saya yang penuh dengan perdebatan dari kaum netral dan kanan.

[3] Tulisan ini dapat dijadikan wacana, dan bahan penelitian lebih lanjut, Jika ada yang berminat untuk dijadikan bahan diskusi dan peneliatian dapat hubungi : matarisehati@gmail.com

1 comments:

Anonim mengatakan...

Maz,
diskriminasi terhadap gay masih terjadi karena tingkah laku orang-orang gay itu sendiri, bukan dari orang2 straight saja yang kadang 'jijik' dengan gay, komunitas sehati pun juga kadang sebal dengan tingkah dan polah 'oknum' gay, sering kita lihat orang2 gay yang suka mengumbar sex dan beranggapan sex bebas adalah hal biasa, belum lagi 'tangan-tangan iseng' yang suka gerayangan terhadap orang yang baru dikenal, lalu kata-kata rayuan terhadap orang yang badannya bagus/ganteng, mungkin mereka menganggap semua orang bisa dengan mudahnya diajak kencan atau ML, ini pernah saya alami waktu saya diajak berkunjung ke lsm Gaya Nusantara, pertama diajak kenalan saya terima dengan sopan, tapi lama kelamaan ngelunjak waktu saya beri no hp saya, sms ngajak kencan/ml sampai sms yang jorok/mesum dan ini juga dilakukan oleh oknum ketua gaya nusantara (kalau gak salah orangnya bermulut lebar dan giginya rada tonggoz), ngakunya dia bernama Ivan, orang yang lebay dan akhirnya saya ganti nomor, baru saya bebas dari gangguan itu. Belakangan saya tahu waktu chat di YM an memang oknum-2 gaya nusantara itu sudah biasa berbuat demikian. Saya kapok dan nggak mau lagi diajak kesana

Matari Facebook

Profil Facebook Matari Sehati Yogyakarta

Matari Search

Custom Search