Matari Welcome

Selamat Datang di Matari sehati Yogyakarta

Mengapa Homoseksualitas Selalu Dihubungkan Dengan Seks Dan Eksploitasi Perempuan?

09.59 Posted In Edit This 0 Comments »

Oleh. Dian T Indrawan


Dua tahun yang lalu, ketika film Kala yang dibintangi sejumlah actor ternama hadir ditengah-tengah kehidupan kita, pada film tersebut memiliki ide cerita yang mana ada satu adegan yang sangat mengejutkan tentang adanya seorang polisi yang tinggal di sebuah kamar di motel dengan pasangan laki-lakinya. Dan pada adegan itu memang tidak memperlihatkan adanya suatu kemesuman namun pesan yang terdapat dalam adegan itu cukup jelas bahwa mereka berdua adalah pasangan homoseksual. Selain dalam film Kala juga terdapat pesan-pesan tentang homoseksual seperti film Merah Itu Cinta, Pesan Dari Surga dan Coklat Stroberi. Namun hal ini sangat disayangkan semua pesan yang didapat pada beberapa film tersebut tentang isu homoseksual sangatlah bertolak belakang dengan kenyataan. Karena dari sekian banyak film yang mengangkat tema homoseksual selalu dihubungkan dengan masalah aktifitas seksualitasnya dan perempuan dalam kehidupan homoseksual hanya dianggap sebagai media formalitas saja. Inilah kepicikan yang terlihat oleh kaum mayoritas seperti heteroseksual yang sebenarnya sok tahu akan kehidupan homoseksual.


Sebagai contoh yang sangat jelas adalah pada film Merah Itu Cinta terdapat sebuat akhir cerita yang menyebutkan bahwa Rama meninggal dalam sebuah kecelakaan di jalan tol Jagorawi ketika hendak pulang menuju rumah tunangannya Raisya. Sepeninggal Rama, Raisya depresi berat sampai suatu ketika Arya datang menjenguknya. Singkat cerita, Raisya kemudian sempat menaruh hati pada Arya yang sebenarnya hanya ingin merasakan sentuhan terakhir Rama lewat perantaraan Raisya. Film diakhiri dengan perpisahan antara Arya dan Raisya yang melanjutkan kehidupan masing-masing. Contoh lain yang dapat diambil adalah satu adegan dalam film Pesan Dari Surga. Yatiu dimana seorang drummer band memiliki hubungan dengan suami seorang perempuan yang sedang hamil. Hubungan itu dimulai bahkan sebelum pasangannya menikah dengan perempuan tersebut. Tidak ada seorangpun yang mengetahui hubungan sembunyi-sembunyi pasangan homoseksual itu, kecuali anggota band yang memiliki kebiasaan untuk saling berbagi cerita di setiap akhir latihan atau manggung. Pada film ini malah lebih parah tidak hanya dihubungkan dengan orientasi seksual saja tetapi lebih diarahkan pada homoseksual juga sebagai pihak ketiga rusaknya bahtera rumah tangga seseorang. Contoh ketiga yang lain pada film Coklat Stroberi yang isi ceritanya tentang satu pasangan homoseksual yang tinggal satu kost dengan dua teman perempuannya yang diakhir cerita keduanya memutuskan untuk menjalin kasih dengan lawan jenisnya itu.


Dari beberapa contoh diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan homoseksual masih dianggap tabu dan masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat luas. Banyak sekali yang masih menutupi tentang homoseksualitas pada dirinya hingga akhirnya yang terjadi adalah sikap kepura-puraan yang dapat membentuk satu stigma tentang keberadaan kaum homoseksual terutama di Indonesia ini. Yang masih menjadi satu perhitungan dalam diri komunitas homoseksual di Indonesia bahkan di belahan bumi lain, adalah suatu pengakuan dan penerimaan dari masyarakat tentang keberadaan kaum homoseksual. Tidak banyak dari seribu kamu homoseksual mengakui secara terang-terangan tentang homoseksualitasnya di depan umum. Sikap seperti teman-teman sehati sebenarnya adalah hal yang lumrah untuk dimaklumi karena di Indonesia sendiri mayoritas penduduknya adalah Islam, dan di Indonesia sendiri kurang sekali dalam memebrikan ruang untuk kaum homoseksual yang ada.


Jangankan kaum homoseksual yang ingin menikah dan legalitasnya terlindungi oleh hukum yang ada, pasangan yang berbeda agama di Indonesia juga masih menjadi polemik yang panjang ketika mereka ingin melegalkan pernikahannya. Namun berbeda dengan kalangan homoseksual yang dipandang mampu atau sebut saja kalangan menengah keatas masalah tersebut dianggap sebagai masalah yang ringkan karena mereka dapat menikah sesama jenis diluar negeri. Secara teoritis dijelaskan bahwa komunikasi akan terjadi jika terdapat tiga unsur utama; yakni komunikator, komunikan dan media[1]. Dari permasalahan di atas tadi film meruapakan sebuah media yang efektif dalam penyeberan isu-isu tentang homoseksual itu sendiri karena film merupakan suatu komunikator, sedangkan penonton film sebagai penerima pesan.


Tidak heran bahwa fenomena homoseksual yang ada di masyarakat lebih cepat tersampaikan pesannya melalui media audiovisual seperti film, sinetron, dll. Akan tetapi isu ini masih sering disalah artikan, intinya isu orientasi seksual masih sering dipandang negatif karena dari kalangan heteroseksual sendiri yang ingin membantu dalam memperjuangkan gender dan seksualitas masih memandang sebelah mata tentang keberadaan homoseksualitas yang ada. Dan hal lain yang perlu diperhatikan adalah kaum heteroseksual masih banyak menyoroti aktivitas seksualnya bukan hal-hal yang lebih menarik lagi dalam diri kaum homoseksual. Dalam konteks lain yang dapat diangkat selain seks dalam kehidupan homoseksual adalah pertama, homoseksual adalah manusia biasa yang juga butuh dan berhak mendapatkan kehidupan yang layak. Kedua, perilaku diskriminasi yang ada tidak seharunya terjadi. Karena sikap diskriminasi juga sebagai suatu bentuk ketidakadilan gender dan orientasi seksual. Sedangkan yang ketiga, memberikan solusi dan ruang untuk kaum homoseksual untuk turut berkreasi dan bermasyarakat.


Selain diskriminasi sendiri, masih banyak masyarakat yang picik akan keberadaan kaum homoseksual ini, berpendapat bahwa homoseksual adalaj suatu penyakit kejiwaan, faktor utama lahirnya virus HIV/AIDS, sekelompok manusia yang tak mengenal agama. Semua yang terlontar dari pandangan masyarakat itu merupakan tindakan yang salah jika memberikan stempel buruk pada komunitas homoseksual. Kaum homoseksual telah dikeluarkan dari golongan penyakit kejiwaan oleh WHO. Akan tetapi masih banyak psikolog-psikolog di Indonesia masih memberikan keterangan yang dapat merugikan pihak homoseksual. Sebagai contoh ketika adanya kasus mutilasi yang dilakukan oleh Ryan dari Jombang, banyak psikolog berpendapat bahwa kaum homoseksual merupakan suatu penyakit kejiwaan. Hal ini dikaitkan dengan perilaku psikopat yang terdapat pada diri Ryan si penjagal manusia dari Jombang itu.


Disemua tulisan yang telah saya tulis selama ini, bukanlah suatu pembentukan stigma bahwa diri saya adalah racist bahkan anti gay. Saya adalah belajar ilmu sosial dan ilmu politik jadi saya hanya ingin berfikir kritis apa yang sebenarnya terjadi. Dan saya hanya ingin berupaya mengubah stigma buruk yang melekat pada kaum homoseksual seperti saya ini dapat terminimalisir. Dan saya tegaskan sekali lagi, saya bukanlah seorang yang racist bahkan anti gay. Jika saya memang benar-benar anti gay, mengapa sampai saat ini saya masih saja menulis dan mengkritisi keadaan yang dialami oleh teman-teman sehati terutama Gay? Saya hanya ingin berpesan kepada semua teman-teman yang membaca tulisan saya ini “Janganlah kebencian kalian terhadap satu kaum dapat mempengaruhi keadilan dan ketegaran kalian sendiri.



[1] Mulyana, Deddy. 2004. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Hal. 61

0 comments:

Matari Facebook

Profil Facebook Matari Sehati Yogyakarta

Matari Search

Custom Search